Kamis, 10 Februari 2011

Mudik dan Kefitrahan

©copyright:rahmatmukin

Istilah 'Mudik' menjadi perbincangan saat setiap memasuki Ramadhan dan menjelang Syawal. Mudik bermakna udik atau kampung dan biasanya dipahami sebagai kembali ke udik atau pulang menuju kampung (karena rindu).

Kerinduan akan kampung halaman sepertinya menjadi fitrah setiap manusia untuk melihat kembali jejak-jejaknya. Jejak-jejak seperti tempat dimana ia dilahirkan, bertemu saudara saudarinya, handai taulan, bernostalgia bersama teman-teman sepermainan di kampung halaman dan yang lebih penting adalah bertemu orang tua yang telah melahirkan dan membesarkan; memohon maaf atas segala khilaf yang mungkin telah dilakukan.

Suka duka mudik menjadi cerita tersendiri bagi yang melakoninya, kadang mungkin terlihat naïf, karena segala cara dilakukan untuk mudik, dari pesan tiket keberangkatan jauh-jauh hari sebelumnya, sampai dengan tidur meng-antri di depan loket untuk mendapatkan secarik tiket keberangkatan mudik.

Yang lebih beruntung mungkin mereka yang memiliki kendaraan pribadi atau menyewa, kapan pun siap berangkat, entah itu menggunakan kendaraan roda empat atau kendaraan roda dua, bahkan roda tiga seperti bemo dan bajaj pun dibawa pulang mudik.

Semangat mudik sepertinya tak pernah mati, walau pun seringkali tiap tahun terekam dalam benak kita kecelakaan kendaraan entah itu di darat, di laut mau pun di udara yang menelan korban jiwa dan harta yang tidak sedikit.

Faktor yang paling dominan dalam tiap kecelakaan tersebut adalah human error alias keteledoran manusia. Hendaknya hal terakhir ini menjadikan kita lebih waspada.

Mudiknya perantau bagi bangsa ini sepertinya keharusan dan telah menjadi “Tradisi” tiap tahunnya. Kota-kota besar di negeri ini menjadi sepi ditinggal penghuninya, seperti kota Jakarta misalnya, jalan-jalannya yang biasanya padat merayap menjadi lenggang dan sepi. Udara kota pun terasa lebih segar dan langit malam pun terlihat lebih cerlang cemerlang.

Mudik bukan juga sekedar pulang kampung, tapi juga menjadi sarana refreshing setelah penat setahun bekerja.

Menelisik tradisi mudik dari sisi kemaslahatan, ada hal mendasar yang patut disoroti yaitu terus terbinanya tali silaturahmi antar generasi, juga terbangunnya ekonomi pedesaan walau semusim karena banyaknya uang yang dibelanjakan oleh pemudik di daerah asal.

Dan yang lebih penting, setelah Ramadhan ini adalah mudiknya atau kembalinya hati kita untuk selalu rindu penuh semangat untuk konsisten melakukan hal-hal yang fitrah/suci agar tetap terus menjaganya secara berkesinambungan, dengan tidak mencabut “Chip Fitrah” tersebut yang telah tersemat dan diraih setelah berpuasa Ramadhan dengan segala ritualnya selama sebulan penuh demi menghadapi sebelas bulan berikutnya yang penuh tantangan dan cobaan.

Keberkahan bulan Ramadhan dan bulan-bulan setelahnya, semoga tetap menjadi spirit dan penyemangat kita untuk menjaganya dengan selalu rindu untuk MUDIK dengan ke-FITRAH-anNYA…… amin. Wallahu alam bi sawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar